Gundul pacul merupakan tembang yang diciptakan oleh salah satu walisongo pada zaman dahlu sebagai sarana penyebaran Islam melalui suatu permainan, namun ternyata lagu ini mempunyai makna yang sangat mendalam, Sebagai pemimpin kita tidak boleh mementingkan diri sendiri dan golongan, namun rakyat jelata pun harus diberi hak yang sama. Tembang gundul pacul ini merupakan pesan kepada sang penguasa agar dapat memerintah dengan benar.
“Gundul-gundul Pacul Cul
Gembelengan
Nyunggi-nyunggi wakul kul
gembelengan
Wakul nggelimpang segane
dadi sak latar 2x”
Gundul adalah kepala, dan orang jawa seringkali menggunakan istilah ini untuk kepala yang tidak memiliki rambut atau botak.
Dan kepala merupakan sesuatu yang dianggap sebagai lambang kehormatan bagi orang jawa.
Rambut adalah lambang mahkota yang merupakan keindahan kepala.
Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.
Sedangkan pacul: adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat.
Pacul adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.
Gundul pacul artinya:
bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Ada juga menurut Orang Jawa yang memaknai pacul sebagai papat kang ucul
(empat yang lepas).
Artinya bahwa: kemuliaan seseorang akan sangat tergantung kepada empat hal, yaitu: bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.
Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Jika empat hal itu lepas,
maka lepaslah kehormatannya. karena itu ‘Gundul-gundul Pacul’ bisa dimaknai dengan dua hal:
Seorang pemimpin harus amanah, jaangan hanya memikirkan kehormatannya
Gambaran seorang pemimpin yang tidak amanah, yang sudah kehilangan empat indera dan tidak sanggup lagi untuk menggunakan empat indra tersebut sebaik-baiknya.
Adapun Gembelengan artinya: besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Jadi, “Gundul-gundul pacul cul gembelengan’ artinya seorang pemimpin yang sejatinya harus menunaikan amanah rakyat ternyata menjadi sombong, selengekan, clelak-clelek, dan menjadikan kehormatannya sebagai sebuah permainan.
Sedangkan ‘Nyunggi-nyunggi wakul kul” artinya seorang pemimpin harus selalu nyunggi wakul
(memikul bakul/tempat nasi, yang berarti mengupayakan kesejahteraan rakyat dan menjunjung amanah rakyat)
namun dalam realitasnya sering ditemui pemimpin yang ‘nyunggi-nyunggi wakul kul gembelengan’ atau pemimpin yang hanya mementingkan perut dan udelnya sendiri akhirnya WAKUL NGGLIMPANG
(amanah jatuh tidak dapat dipertahankan)
SEGANE DADI SAK LATAR
(berantakan sia-sia, tak bisa bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat).
Kalau pemimpin sdh tdk ada kepercayaan masyarakat lagi maka akan jatuh sia-sia. Kebijakan ttg apapun akan sia-sia karena sdh tdk ada legitimasi, tdk ada otoritas, tdk ada kewenangan lagi dlm memimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar